Apalah Arti Sebuah Nama?

Hari 29 dari #JurnalJanuari

Petrick
2 min readJan 29, 2024
Maurice Greene (rte).

Judul di atas merupakan terjemahan bebas dari potongan kalimat karya William Shakespeare yang tersohor. Kalimat “What’s in a name? That which we call a rose by any other name would smell just as sweet” diberikannya pada karakter Juliet yang begitu mencintai sosok penyandang nama ‘Montague’, tanpa peduli siapa nama sebenarnya. Kalian bisa membaca kisah lengkapnya dalam novel Romeo and Juliet yang termasyhur.

Tapi, tolong, jangan tanyakan pertanyaan tersebut pada saya. Atau bahkan mungkin teman kalian yang juga doyan mengikuti dunia olahraga. Sebuah nama bisa membawa kami ke suatu dunia ‘lain’. Dunia yang berisi rentetan nostalgia tanpa akhir, di mana nama bisa jauh lebih berharga dibanding waktu.

Artikel Max Rushden beberapa hari lalu menginspirasi saya membuat tulisan ini. Dia mengatakan bahwa orang-orang yang menjadi bahan nostalgia tersebut tidak perlu merupakan nama yang terkenal. Bisa jadi sosok yang kita ingat pernah melakukan sesuatu yang membuatnya melekat di pikiran. Namun sangat mungkin pula nama-nama lawas yang kita sebut ‘cuma’ punya peran pendukung di olahraga yang dia geluti. Nama-nama yang bisa dibilang … seperti sekadar lewat saja.

Coba kita mulai dari negara sendiri. Muhammad Yasir, Musikan, Eng Hian, Prima Simpatiaji, Reffa Money, Irsyad Aras, Jaenal Ichwan. Masih ingat? Mungkin kalian lupa atau bahkan tidak tahu dengan nama-nama tersebut. Tapi bisa jadi pula sekarang kalian jadi senyum-senyum sendiri dan bertanya, “waduh, iya juga lagi. Itu orang sekarang ada di mana ya?

Lalu, ingatkah kalian dengan nama-nama seperti Gustavo Kuerten, Jussi Jaaskelainen, Muzzy Izzet, Ivan Pelizzoli, dan Angelos Basinas? Atau mungkin Maurice Greene, Orlando Engelaar, Tadanari Lee, Marcos Baghdatis, Richard Burns, dan Ralph Firman? Kumpulan nama yang mungkin dulu hanya lewat saja ketika kita main PlayStation atau baca tabloid BOLA. Satu sumber informasi yang sayangnya cuma tinggal nama.

Nama bukan cuma sekadar kumpulan huruf yang dibuat oleh ayah, ibu, atau anggota keluarga lain bagi anak mereka. Setiap nama punya nilai romantisnya masing-masing. Bagi yang bernasib mujur, sebuah nama bisa diingat sejarah karena kehebatan pemiliknya. Di sisi lain, ada pula dari mereka yang dibenci atau bahkan patut dilupakan oleh dunia. Namun beruntunglah mereka yang hanya memainkan peran pendukung tapi ternyata menjadi nama yang begitu membekas. Jadi, Shakespeare, mohon maaf. Saya tidak sepenuhnya sepakat dengan anda.

NB: Maaf kalau referensinya ‘nggak terlalu lawas’. Saya belum setua itu.

--

--