
Selamat datang di hari ketujuh #AdventCalendar. Setiap bulan Desember, miliaran orang Kristen memperingati kelahiran Yesus Kristus, sang tunas Isai (Yesaya 11:1), pada hari raya Natal. Masa Adven dalam kekristenan sendiri dirayakan sebagai waktu untuk mempersiapkan kedatangan Sang Juruselamat. Ya, sang tunas Isai yang telah dinubuatkan para nabi akan datang untuk menyatakan karya besar Allah bagi dunia.
Dalam Alkitab berbahasa Inggris, Isai dikenal dengan nama lain yaitu Jesse. Di Betlehem, saat ini orang sedang beramai-ramai mempersiapkan kedatangan sang Virga Jesse. Namun, ribuan kilometer jauhnya di Jerman, seorang Jesse lain sedang mengepak koper, bahkan sebelum tunas miliknya muncul.
5 Desember 2021, hari Minggu kedua dalam kalender Adven 2021, menjadi hari terakhir Jesse Marsch menjabat sebagai pelatih RB Leipzig. Hanya selang 158 hari sejak ia pertama kali menduduki kursi panas di Red Bull Arena, Leipzig. Tiga kekalahan beruntun di Bundesliga menjadi pemicu terakhir kepergian sang pelatih asal Amerika Serikat. Die Roten Bullen kini bahkan tersungkur di peringkat 11 klasemen, dengan jumlah kekalahan lebih banyak daripada banyaknya kemenangan.
“Yang Dinubuatkan”
Sudah enam tahun lamanya Marsch menjadi bagian dari keluarga besar Red Bull Group. Pada Januari 2015, ia ditunjuk untuk menjadi pelatih New York Red Bulls untuk menggantikan Mike Petke. Musim pertamanya berjalan begitu mulus, di mana Marsch dan NYRB menghasilkan buah yaitu trofi MLS Supporters’ Shield. Bahkan Marsch sendiri berhasil dinobatkan sebagai MLS Coach of the Year atas kinerjanya tersebut.
Tiga tahun kemudian, bakat Marsch diendus RB Leipzig. Adalah Ralf Rangnick — kini manajer Manchester United — yang menarik Jesse untuk menjadi asistennya. Memang dasar cerdas, Marsch kemudian diangkat menjadi pelatih kepala RB Salzburg hanya dalam setahun.
Di Salzburg, nama Isai Marsch makin mencuat kala membawa timnya terlibat dalam drama tujuh gol melawan Liverpool. Marsch saat itu berhasil meramu bibit-bibit muda seperti Erling Braut Haaland, Patson Daka, dan Dominik Szoboszlai untuk memberikan perlawanan sengit bagi sang raja baru Premier League. Meskipun harus menyerah dengan skor 4–3, namun malam itu seakan menjadi pertanda lain bahwa Marsch benar akan membawa kejayaan bagi Red Bull Group.
Keberhasilan Marsch membawa Salzburg meraih double winner (juara Liga Austria dan Piala Austria) selama dua musim beruntun membuat namanya semakin dekat dengan RB Leipzig. Pengumuman pindahnya Julian Nagelsmann (pelatih mereka saat itu) ke FC Bayern Munchen seperti menjadi konfirmasi bahwa Marsch dan Leipzig memang ditakdirkan untuk bersatu.
Nubuat yang gagal
Sejak 2019, Die Roten Bullen selalu berhasil finis di tiga besar Bundesliga. Bahkan, pada 2020 mereka sukses meraih tiket semifinal Liga Champions pertamanya sepanjang sejarah. Meskipun demikian, Leipzig masih harus mengakui kekuatan FC Bayern di Bundesliga, termasuk pada musim lalu, di mana mereka mengakhiri musim tujuh poin lebih sedikit daripada sang juara.
Adalah Isai Marsch yang mereka percaya untuk memimpin Die Bullen di musim ini. Marsch diharapkan untuk menghasilkan buah berupa trofi mayor pertama klub, bukan hanya kepingan perak sebagaimana yang para pendahulunya hanya mampu lakukan.
Dana berlimpah dan kepercayaan tinggi menjadi modal Jesse untuk mengarungi saison pertamanya sebagai pelatih Bundesliga. Salah satu buktinya adalah keberanian klub mendatangkan Andre Silva dari Eintracht Frankfurt, yang notabene adalah pembelian kedua termahal sepanjang sejarah klub.
Namun, kenyataan tidak seindah impian. Jesse Marsch gagal total di Leipzig. Pelatih asal Wisconsin tersebut bahkan sudah menunjukkan tren buruk di awal, kala Leipzig harus kalah empat kali dari enam laga pembuka di semua kompetisi. Sesudah itu, permainan Die Roten Bullen pun tidak kunjung membaik. Mereka hanya sekali bisa meraih dua kemenangan beruntun, itu pun melawan Greuter Furth (saat ini juru kunci liga dengan torehan satu poin dari 14 laga), dan SV Babelsberg (tim papan tengah Regionalliga Nordost; kompetisi kasta keempat di sepakbola Jerman).
Transfer besar yang dibuat oleh Jesse pun seperti bakar-bakar uang belaka. Silva, yang ditebus dengan mahar €23 juta, sejauh ini baru mencatatkan tiga gol Bundesliga atas namanya. Padahal, musim lalu Silva adalah top-skorer kedua liga dengan 28 gol, hanya satu strip di bawah p̶e̶r̶a̶i̶h̶ ̶B̶a̶l̶l̶o̶n̶ ̶D̶’̶O̶r̶ ̶2̶0̶2̶1̶ Robert Lewandowski.
Gagal di bursa transfer. Hancur lebur di lapangan. Dua realita yang sama sekali tidak pernah dibayangkan para petinggi Red Bull Group ketika mempekerjakan Marsch. Lima bulan tanpa pertumbuhan apapun jelas sudah cukup bagi dewan direksi untuk menendang Jesse keluar dari jabatannya.
Jangankan menepati nubuat untuk memberikan buah (baca: trofi), menghasilkan tunas pun Isai gagal.
I’m Petrick Sinuraya, a 24-year-old football writer based in Indonesia. Currently, I’m working for one of Indonesia’s biggest football media outlets.
For inquiries, please contact me at petricksinuraya@gmail.com.