Kebanyakan Menghafal
Sebelumnya saya sudah menulis tentang salah satu kebiasaan menyebalkan orang Indonesia, yaitu menjadikan agama sebagai jawaban dari banyak pertanyaan (meskipun kadang nggak nyambung). Kali ini saya juga mau menulis tentang satu hal lain yang entah kenapa orang kita doyan sekali untuk lakukan. Hal tersebut adalah menghafal. Lebih tepatnya, kebanyakan menghafal.
Mungkin kebiasaan menghafal ini sudah diajarkan dari jaman sekolah dulu. Bahkan sekolah atau kampus kalian mungkin termasuk institusi yang (masih) rela memberikan nilai tinggi bagi (maha)siswa/i yang bisa mengingat dengan kuat. Dan, di era revolusyen indastri forr-poin-o ini pun kegiatan hafal-menghafal seperti masih menjadi hal utama yang perlu dilakukan. Apalagi kalau kita kombinasikan dengan ihwal ‘terpenting’ di negara ini: agama.
Saya adalah seorang Kristen. Dan tentu saja, dalam berbagai kegiatan pendidikan — baik di sekolah maupun di gereja — saya disuguhi berbagai hal untuk dihafal. Bahkan aktivitas ini pun seperti jadi syarat tidak tertulis untuk bisa lulus tes dan naik ke jenjang berikutnya.
Apa saja yang harus dihafal? Ayat? Jelas banyak. Yang paling umum tentu saja Yohanes 3:16. Dulu juga saya disuruh untuk menghafal Pengakuan Iman Rasuli untuk lulus pendidikan di gereja. Mungkin waktu itu saya lulus, tapi sebenarnya sampai sekarang mungkin saya belum terlalu lancar merapalkannya. Beruntung saja gereja saya bukan yang termasuk pengguna Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel sehingga saya tidak pernah disuruh untuk mengingat-ingat hal itu. Bwoah, andaikata iya, mungkin sampai sekarang saya masih mengurai air mata untuk berusaha menghafalnya.
Jujur saya bingung, kenapa orang kita (apalagi dalam agama masing-masing) doyan sekali untuk menghafal? Sepertinya ada pemahaman bahwa semakin panjang atau banyak hal (atau ayat) yang bisa dihafal, maka semakin hebat (=cerdas/beriman/dll.) orang tersebut. Padahal kan belum tentu!
Coba jelaskan ke saya, buat apa kita berlelah-lelah menghafal sesuatu kalau tidak mengerti artinya? Apakah dengan tahu urutan tiap kata dari ‘ayat populer’ semacam Yohanes 3:16 akan membuat saya jadi orang Kristen yang benar, begitu? Ya kan nggak juga, kalau misalnya sepulang gereja saya masih senang membuang sampah sembarangan atau masih doyan bergosip tentang orang lain.
Di sisi lain, apakah karena ayat tersebut cukup panjang & ‘terkenal’ sehingga hanya ayat itu saja yang harus dibaca terus menerus? Lagi-lagi jawabannya adalah nggak juga. Teman-teman Kristen, sudah pernah mencoba menghafal Ulangan 5:19? Atau mungkin membaca Matius 29:2? Nggak panjang lho ayatnya, tapi kok nggak pernah diingat? Kan seharusnya lebih mudah. Hehe.
Juga, apa sih gunanya menghafal istilah-istilah asing populer kalau kita tidak bisa menjelaskannya dengan sederhana? Apakah dengan mengetahui mumbo-jumbo buzzword yang beredar di internet akan membuat kita jadi pintar? Mungkin nggak juga. Sekadar hafal nama sesuatu cuma bisa membuat kita kelihatan pintar di luar, namun ternyata pandir di dalam.
Jadi ya kurang-kurangin lah kebiasaan menghafal itu. Sebab kalau hanya bisa mengingat tapi nggak bisa memahami, atau cuma bisa menghafal namun nggak mau menghidupi, ya semua itu nggak ada gunanya!