Satu Bulan Menulis
Hari ini genap 30 hari saya menulis di #JurnalJanuari (#JanuaryJournal). Saya pikir awalnya gampang karena di awal tahun ini saya banyak liburnya. Namun ternyata nggak. Menulis itu sulit. Apalagi karena dalam beberapa pekan terakhir saya mulai kembali bekerja. Bahkan tulisan ini pun saya buat belum lama seusai menyelesaikan deadline pekerjaan. Saya butuh tidur memang, tapi urusan kantuk mungkin bisa ditunda sebentar.
Menulis selama sebulan penuh cukup menyenangkan. Secara pribadi ini pencapaian yang menarik bagi saya. Sebab, terakhir kali melakukan hal serupa, saya ‘hanya’ sukses memproduksi 24 tulisan. Berbeda dengan komitmen kali ini yang akan diakhiri di angka 31 pada hari esok.
Gimana caranya bisa menulis selama 31 hari penuh tanpa bolong?
Sebenarnya bukan tanpa bolong juga sih. Beberapa tulisan ada yang saya buat di akhir bulan Desember dengan tujuan untuk membuat semacam ‘tabungan’ sekiranya saya nggak sempat menulis. Ada juga waktu di mana saya malah bisa menyelesaikan lebih dari satu tulisan per hari. Oleh karena itu saya jadi punya beberapa kesempatan untuk ‘berlibur’ menulis.
Pencapaian ini mungkin juga didorong kondisi bahwa saya seperti diberikan kemampuan untuk taat pada komitmen. No, bukan mau menyombongkan diri, tapi ini benar adanya. Ketika saya sudah berkomitmen untuk melakukan sesuatu dalam jangka waktu tertentu, sangat jarang saya mengingkarinya.
Ada satu cerita. Saya pernah menjalankan komitmen membaca satu bab buku setiap hari selama sebulan. Namun, keterikatan tersebut menabrak jadwal sebuah konferensi yang harus saya ikuti. Untuk tetap bisa menaati komitmen, saya beberapa kali mesti bangun jam 4 pagi untuk bisa melahap buku tersebut. Bersyukur, saya diizinkan untuk bisa memenuhi janji membaca tersebut dengan baik.
Gimana caranya kok bisa ada aja ide tulisan setiap hari?
Sebenarnya sederhana. Saya mengikuti saran dari uda Ivan Lanin. Dia bilang: catat semua ide, jangan terlalu banyak berpikir, dan jangan ingin sempurna.
Terkait ide, memang ada beberapa tulisan yang saya rencanakan. Ketika ide tersebut terlintas di pikiran, saya segera mencatatnya di ponsel. Saya menuliskan nama idenya (yang kadang jadi calon judul) berikut poin-poin yang ingin saya bahas. Nggak perlu panjang-panjang sih. Mungkin tiga sampai empat poin aja cukup.
Saya juga membatasi diri untuk menulis tidak lebih dari 500 kata. Hal ini bertujuan agar saya tidak terlalu perfeksionis dalam mengolah ide menjadi kata-kata yang kalian baca. Ada sih beberapa yang melebihi batas tersebut, tapi yah … lewat-lewat dikit nggak apa-apa lah.
Apakah puas?
Ya, lumayan. Kesempatan yang diberikan pada saya untuk menghadapi ‘tantangan’ ini dengan baik membuktikan bahwa diri saya ternyata masih bisa menjalankan sebuah komitmen.
Dari sisi produksi saya juga merasa cukup puas. Tiga tahun lalu, ada sekitar 50% dari tulisan saya yang bertemakan sepakbola, bahkan beberapa di antaranya tulisan bersambung atau berjenis analisis. Tahun ini, saya sukses merambah ke topik bahasan lain, mulai dari politik hingga teologi. Mungkin belum semuanya sempurna, tapi saya jelas senang dengan variasi yang ada.
Oh, ada satu hal spesial yang akan saya tunjukkan dalam tulisan ke-31. Tapi, tunggu besok, ya. Hari ini sepertinya saya benar-benar butuh tidur. Ciao!